Sejarah Bekam di Palembang : Jejak Sejarah yang Berkembang Seiring Berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam pada Abad ke-17
Palembang, sebagai salah satu kota bersejarah di Indonesia, tidak hanya memiliki kekayaan budaya yang kental, tetapi juga menyimpan warisan praktik pengobatan tradisional yang kaya. Salah satu praktik tersebut adalah bekam, sebuah metode pengobatan yang telah mendarah daging dalam masyarakat Palembang sejak masa-masa awal berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17.
Apa itu Bekam Al-Hijamah) ?
Bekam, atau al-hijamah dalam bahasa Arab, adalah suatu prosedur pengobatan tradisional yang melibatkan penyedotan darah dari sayatan kulit kecil. Metode ini bertujuan untuk mengeluarkan darah stasis yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia. Proses bekam dilakukan dengan menciptakan pemvakuman di kulit, diikuti dengan pengeluaran darah dari area kulit yang telah divakum sebelumnya.
Bekam, yang dalam bahasa Jawa disebut “cantuk” atau “kop,” memiliki sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga zaman kerajaan Sumeria, melalui Babilonia, Mesir Kuno, Saba, hingga Persia. Pada masa Nabi Muhammad ﷺ, metode ini menggunakan tanduk kerbau atau sapi, tulang unta, dan gading gajah.
Di Tiongkok kuno, istilah “hijamah” disebut sebagai “perawatan tanduk” karena tanduk menggantikan kaca. Pada abad ke-18, Eropa mengadopsi praktik ini dengan menggunakan lintah, dikenal sebagai leech therapy. Pada zaman Dinasti Tang di Tiongkok, bekam digunakan untuk mengobati TBC paru-paru.
Pada abad ke-18, orang Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk bekam, dan istilah leech therapy terus digunakan hingga sekarang. Di Indonesia, tidak ada catatan resmi kapan bekam masuk, tetapi diduga kuat bahwa metode ini tiba bersamaan dengan kedatangan pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama Islam.
Pada awalnya, bekam dipraktikkan oleh kyai (ulama Islam) dan santri (murid) yang mempelajarinya dari “kitab kuning.” Metode sederhana ini melibatkan penggunaan api untuk menciptakan vakum dengan segera ditutup dengan gelas atau botol. Bekam saat itu banyak digunakan untuk mengobati pegal-pegal, sakit kepala, atau yang dikenal sebagai “masuk angin.”
Bekam mengalami revitalisasi di Indonesia pada tahun 90-an, terutama oleh mereka yang belajar di Malaysia, India, dan Timur Tengah. Saat ini, bekam dimodifikasi dengan menggunakan alat yang higienis, praktis, dan efektif. Pendekatan akademis dan penjelasan dari sudut pandang medis semakin melengkapi pemahaman tentang mekanisme kerja bekam. Tokoh-tokoh akademisi dan praktisi kesehatan, seperti Zaidul Akbar dan Ustad Kathur Suhardi, telah memainkan peran penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan bekam di Indonesia.
Keutamaan dan manfaat bekam
Keutamaan dan manfaat bekam dalam pandangan umat Muslim sangatlah besar. Menurut keyakinan mereka, bekam dianggap sebagai salah satu bentuk pengobatan yang paling ideal dan terbaik, khususnya bagi umat Nabi Muhammad ﷺ. Dalam proses berbekam, terkandung potensi kesembuhan yang signifikan, dan amalan ini dianggap membawa kebaikan.
Dari sudut pandang Islam, metode bekam sangat dianjurkan dan dianggap sebagai sunnah oleh para ulama. Umat Muslim percaya bahwa berbekam tidak hanya bermanfaat untuk meredakan otot yang kaku dan meningkatkan ketajaman penglihatan, tetapi juga dapat berperan sebagai penyeimbang ketegangan emosi seseorang. Kisah dari Abdullah bin Mas’ud menegaskan bahwa anjuran berbekam berasal dari para malaikat selama peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad ke Sidrat al-Muntaha.
Waktu yang dianggap ideal untuk melakukan bekam juga telah ditentukan, baik dalam siklus jam, harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Rentang waktu sekitar 3 jam setelah makan dianggap sebagai waktu optimal. Selain itu, siklus harian antara jam 8.00–10.00 atau jam 13.00–15.00, siklus mingguan pada Senin, Selasa, dan Kamis, siklus bulanan pada tanggal 17, 19, 21 dari bulan Qamariyah, serta siklus tahunan pada bulan Sya’ban dianggap sebagai waktu yang paling sesuai.
Namun, ada pula pandangan yang memperbolehkan bekam dilakukan kapan saja, terutama ketika darah tidak dalam keadaan normal. Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa berbekam bisa dilakukan tanpa batasan waktu tertentu.
Penting untuk mencatat bahwa bekam yang dilaksanakan pada perut kosong, sekitar 3 jam setelah makan, dianggap sebagai pengobatan, sementara pada perut kenyang dianggap sebagai penyakit. Pendapat Ibnu Sina, pengarang Al-Qanun, menegaskan bahwa disarankan untuk tidak melakukan bekam pada awal dan akhir bulan, melainkan pada pertengahan bulan di mana darah dianggap telah bergerak dan bergejolak dengan banyaknya sinar rembulan. Semua pandangan ini menunjukkan bahwa bekam tidak hanya dilihat sebagai metode pengobatan, tetapi juga sebagai praktek yang terkait erat dengan tata cara dan waktu yang terpilih.
Hadist Tentang Bekam
- ^“Sesungguhnya cara pengobatan paling ideal yang kalian pergunakan adalah hijamah (bekam)”. (Muttafaq ‘alaihi, Shahih Bukhari no. 2280 & Shahih Muslim no. 2214)
- ^“Sebaik-baik pengobatan yang kalian lakukan adalah al hijamah“. (HR. Ahmad, shahih)
- ^Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada bekam itu terkandung kesembuhan.” (Kitab Mukhtashar Muslim no. 1480, Shahihul Jaami’ no. 2128 & Silsilah al-Hadiits ash-Shahiihah 864, karya Imam al-Albani)
- ^Dari Ashim bin Umar bin Qatadah, dia memberitahukan bahwa Jabir bin Abdullah pernah menjenguk al-Muqni’, dia bercerita: “Saya tidak sembuh sehingga saya berbekam, karena sesungguhnya saya pernah mendengar rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya di dalamnya terkandung kesembuhan’.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Ya’la, al-Hakim, al-Baihaqi)
- ^“Kesembuhan bisa diperoleh dengan 3 cara yaitu: sayatan pisau bekam, tegukan madu, sundutan api. Namun saya tidak menyukai berobat dengan sundutan api.” (HR. Muslim)
- ^“Penyembuhan terdapat dalam tiga hal, yakni meminum madu, sayatan alat bekam, dan sundutan dengan api, dan saya melarang umatku berobat dengan sundutan api.” (HR. Bukhori)
- ^Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah bersabda: “Ada 3 hal yang jika pada sesuatu ada kesembuhan, maka kesembuhan itu ada pada sayatan alat bekam atau minum madu atau membakar bagian yang sakit, dan saya membenci pembakaran (sundutan api) dan tidak juga menyukainya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya)
- ^Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Jika ada suatu kesembuhan pada obat-obat kalian maka hal itu ada pada sayatan alat bekam.” Dia bersabda: “Atau tegukkan madu.” (Kitab Kasyful Astaar‘an Zawaa-idil Bazar, karya al-Haitsami, III/388)
- ^“Jika pada sesuatu yang kalian pergunakan untuk berobat itu terdapat kebaikan, maka hal itu adalah berbekam.” (Shahih Sunan Ibnu Majah, karya Syaikh Al-Albani (II/259), Shahih Sunan Abu Dawud, karya Syaikh Al-Albani (II/731))
- ^“Terapi Bekam, Pengobatan Sunah Nabi untuk Usir Beragam Penyakit”. iNews.ID. 2019-11-14. Diakses tanggal 2022-05-16.
- ^Dari Ibnu Abbas, nabi bersabda: “Orang yang paling baik adalah seorang tukang bekam (Al Hajjam) karena ia mengeluarkan darah kotor, meringankan otot kaku dan mempertajam pandangan mata orang yang dibekamnya.” (HR. Tirmidzi, hasan gharib)
- ^Dari Anas bin Malik, rasulullah bersabda: “Kalian harus berbekam dan menggunakan al-qusthul bahri.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan an-Nasai dalam kitab as-Sunan al-Kubra no. 7581)
- ^Dari Jabir al-Muqni, dia bercerita: “Saya tidak akan merasa sehat sehingga berbekam, karena sesungguhnya saya pernah mendengar rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada bekam itu terdapat kesembuhan’.” (Shahih Ibnu Hibban (III/440))
- ^Dari Anas bin Malik, dia bercerita: “Rasulullah bersabda: ‘Jika terjadi panas memuncak, maka netralkanlah dengan bekam sehingga tidak terjadi hipertensi pada salah seorang di antara kalian yang akan membunuhnya’.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dari Anas secara marfu’, dia menshahihkannya yang diakui pula oleh adz-Dzahabi (IV/212))
- ^Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Rasulullah pernah menyampaikan sebuah hadits tentang malam dimana dia diperjalankan bahwa dia tidak melewati sejumlah malaikat melainkan mereka semua menyuruh dia dengan mengatakan: ‘Perintahkanlah umatmu untuk berbekam’.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani (II/20), hasan gharib)
- ^Pada malam saya diisra’kan, saya tidak melewati sekumpulan malaikat melainkan mereka berkata: “Wahai Muhammad suruhlah umatmu melakukan bekam.” (HR Sunan Abu Daud, Ibnu Majah, Shahih Jami’us Shaghir 2/731)
- ^Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah bersabda: “Tidaklah saya berjalan melewati segolongan malaikat pada malam saya diisra’kan, melainkan mereka semua mengatakan kepada saya: ‘Wahai Muhammad, engkau harus berbekam’.” (Shahih Sunan Ibnu Majah, Syaikh al-Albani (II/259))
- ^Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Tidaklah saya melewati satu dari langit-langit yang ada melainkan para malaikat mengatakan: ‘Hai Muhammad, perintahkan ummatmu untuk berbekam, karena sebaik-baik sarana yang kalian pergunakan untuk berobat adalah bekam, al-kist, dan syuniz (semacam tumbuh-tumbuhan)’.” (Kitab Kasyful Astaar ‘an Zawaa-idil Bazar, karya al-Haitsami, III/388)
- ^Dari Ibnu Umar, dia berkata, dia berkata, rasulullah bersabda: “Hijamah sebelum makan pagi adalah paling ideal. Hijamah itu dapat menambah kecerdasan akal, menambah kekuatan hafalan orang-orang yang menghafal, siapa yang hendak melakukan pengobatan dengan hjamah, hendaklah dia melakukannya pada hari Kamis, atas nama Allah. Hindarilah hijamah pada hari Jum’at, hari Sabtu dan hari Ahad. Lakukanlah hijamah pada hari Senin dan Selasa. Hindari hijamah pada hari Rabu, karena itu merupakan hari ketika Ayyub di timpa bala’. Penyakit lepra dan kusta tidak muncul melainkan pada hari Rabu atau malam Rabu.” (Shahih Sunan Ibnu Majah, Al-Albany, 2/261)
- ^Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, rasulullah bersabda: “Waktu yang paling baik bagi kalian untuk melakukan hijamah ialah pada tanggal 17, 19, dan 21 (dari bulan Qomariyah).” (Shahih Sunan At-Tirmidzi)
- ^Al-Khallal berkata, saya diberitahu oleh Ismah bin Isham, dia berkata, saya diberi tahu Hambal, dia berkata: “Abu Abdullah Ahmad bin Hambal biasa melakukan hijamah kapanpun ketika darah bergejolak (tidak normal), dan kapanpun waktunya.” (Ath-Thibb An-Nabawy, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, hal. 59)
- ^Al-Qanun.
Sejarah Pengobatan Bekam di Palembang
Awal mula pengobatan bekam di Palembang dapat dipahami melalui lensa nilai historis dan sejarah yang tumbuh seiring dengan perkembangan Peradaban Melayu dan kedatangan Islam ke Palembang. Praktik pengobatan bekam tidak hanya mencerminkan suatu tradisi kesehatan, tetapi juga menjadi bagian integral dari perjalanan budaya dan agama di wilayah ini. Seiring dengan kehadiran peradaban Melayu, pengobatan bekam turut menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Palembang, mengakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai tradisional yang membentuk identitas kesehatan lokal.
Masuknya Islam ke Palembang tidak hanya menyiratkan perubahan dalam aspek keagamaan, tetapi juga menciptakan transformasi pada praktik pengobatan lokal. Dengan ajaran Islam yang membawa nilai-nilai baru, pengobatan bekam di Palembang mengalami penyesuaian dan pengembangan yang erat kaitannya dengan landasan keislaman. Bekam di sini bukan hanya sekadar metode pengobatan fisik, melainkan juga membawa dalam dirinya nilai-nilai dan identitas Islam yang mendalam, sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang menjadi landasan spiritual masyarakat Palembang.
Dengan demikian, awal mula pengobatan bekam di Palembang bukan hanya mencerminkan aspek kesehatan fisik, tetapi juga merangkum nilai-nilai sejarah, budaya, dan agama yang melandasi praktik ini. Bekam di Palembang tidak sekadar menjadi pilihan pengobatan, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya dan spiritualitas yang terus berkembang hingga saat ini.
Jejak Historis Praktek Bekam di Palembang
Bekam, sebagai praktik pengobatan tradisional, memiliki jejak historis yang kaya di Palembang, Indonesia. Berikut adalah gambaran tentang jejak historis praktek bekam di Palembang:
1. Awal Mula Praktek Bekam:
Praktek bekam di Palembang dapat ditelusuri hingga awal berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17. Pada masa itu, bekam bukan hanya dianggap sebagai metode pengobatan, tetapi juga sebagai bagian integral dari warisan budaya dan tradisi kesehatan masyarakat.
2. Peran Kesultanan Palembang:
Kesultanan Palembang memiliki peran penting dalam penyebaran dan pemeliharaan praktek bekam. Sultan-sultan dan tokoh-tokoh agama di kesultanan ini mendukung serta mempraktikkan bekam sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan masyarakat. *(pen)
3. Pengaruh Islam dan Perdagangan:
Penyebaran Islam di wilayah Palembang membawa bersamaan metode pengobatan seperti bekam. Pengaruh dari para pedagang Muslim dan ulama yang memperkenalkan praktik bekam sebagai bagian dari budaya kesehatan masyarakat.
4. Tradisi Turun-Temurun:
Praktek bekam di Palembang diteruskan dari generasi ke generasi secara turun-temurun. Keluarga-keluarga tradisional di Palembang sering kali menjadikan bekam sebagai keahlian yang diwariskan dari orangtua ke anak-anak mereka.
5. Perkembangan di Era Kolonial dan Modern:
Pada masa kolonial Belanda, praktek bekam di Palembang terus berkembang meskipun terdapat tekanan dan pembatasan. Pada era modern, praktek bekam beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan norma kesehatan, namun nilai-nilai tradisional tetap dijaga.
6. Peran dalam Pemberdayaan Komunitas:
Praktek bekam bukan hanya sebagai metode pengobatan, tetapi juga sebagai alat pemberdayaan komunitas. Praktisi bekam lokal tidak hanya menjalankan praktik medis, tetapi juga berperan sebagai pemelihara budaya, menjaga nilai-nilai tradisional, dan memberdayakan komunitas setempat.
7. Penerimaan dan Relevansi Masyarakat:
Jejak historis praktek bekam di Palembang mencerminkan penerimaan yang tinggi oleh masyarakat. Meskipun telah mengalami berbagai perubahan sosial dan kesehatan, praktik ini tetap relevan dan dihormati oleh masyarakat Palembang.
Jejak historis praktek bekam di Palembang menciptakan narasi yang memperkaya warisan budaya dan kesehatan masyarakat. Dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional, praktek bekam terus memberikan kontribusi pada kesejahteraan dan keberlanjutan budaya di wilayah ini. (Catatan: Tulisan ini bersandarkan pada penelitian historis, literatur budaya, dan wawancara dengan praktisi bekam di Palembang.)
Integrasi Nilai-Nilai Islam dalam Pengobatan Tradisional
Integrasi nilai-nilai Islam dalam pengobatan tradisional merupakan hasil langsung dari kedatangan Islam ke Nusantara, yang membawa serta nilai-nilai keislaman yang mendalam dalam praktek keseharian masyarakatnya. Bekam, sebagai salah satu syiar keislaman dan praktek pengobatan Islam, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan kultural yang diwariskan secara turun-temurun di masyarakat.
Kesimpulan
Bekam sebagai Bagian Penting dari Identitas Islam dan Budaya Masyarakat Palembang. Bekam di Palembang tidak hanya merupakan sekadar metode pengobatan tradisional; melainkan mencerminkan harmoni antara nilai-nilai Islam, budaya Melayu, dan kearifan lokal. Sejarah bekam yang dimulai sejak kedatangan Melayu dan Islam ke Palembang serta pendirian Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17 menjadi bukti kekayaan budaya dan kelanjutan warisan kesehatan yang tetap relevan hingga kini. Praktik bekam, sebagai jejak sejarah yang terus berkembang, membawa kita mengembara kembali ke masa lalu dan sekaligus mengingatkan akan keanekaragaman warisan kesehatan di Nusantara.